
Detrenz.com, Jakarta – Jakarta – Aliansi Jurnalis Video (AJV) merayakan hari jadinya yang ke-5 dengan penuh semangat dan refleksi terhadap perkembangan industri media di era digitalisasi. Acara peringatan ini digelar di Sekretariat AJV di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, pada Minggu, 2 Februari 2025.
Perayaan ini dihadiri oleh para pengurus pusat dan anggota AJV dari berbagai media, serta tokoh-tokoh penting dalam dunia jurnalistik dan media. Sekretaris Jenderal (Sekjen) AJV, Konsultan Media Dr. Rulli Nasrullah, dan Dosen sekaligus Jurnalis Senior, Syaefurahman Albanjari, SH, turut hadir dan memberikan wawasan dalam diskusi bertajuk “Industri Media di Era Digitalisasi: Antara Revitalisasi atau Disrupsi”.
Tantangan dan Peluang di Era Digitalisasi
Dalam sambutannya, Sekjen AJV menyoroti bagaimana era digitalisasi telah mengubah lanskap industri media secara drastis. “Jurnalisme video kini menghadapi tantangan besar dengan hadirnya berbagai platform digital yang semakin mendominasi konsumsi informasi masyarakat. Revitalisasi diperlukan agar industri ini tetap relevan, tetapi di sisi lain, disrupsi juga menjadi ancaman nyata,” ujar Dr. Rulli Nasrullah.
Sementara itu, Syaefurahman Albanjari, SH, membahas bagaimana jurnalis harus beradaptasi dengan teknologi tanpa kehilangan esensi jurnalistik yang berlandaskan etika dan kredibilitas. “Era digital memang menawarkan kemudahan dalam distribusi informasi, tetapi tantangannya adalah bagaimana menjaga kualitas, akurasi, dan profesionalisme di tengah arus deras informasi yang serba instan,” ungkapnya.
Komitmen AJV untuk Jurnalisme Berkualitas
Perayaan ulang tahun AJV ini tidak hanya menjadi momen untuk merayakan pencapaian selama lima tahun terakhir, tetapi juga sebagai ajang refleksi dan perumusan strategi ke depan. AJV menegaskan komitmennya untuk terus meningkatkan kapasitas jurnalis video agar mampu bersaing di era digital tanpa mengorbankan kualitas pemberitaan.
“Ke depan, AJV akan terus memperkuat perannya dalam memberikan pelatihan, advokasi, dan membangun jaringan kerja sama dengan berbagai pihak agar jurnalis video dapat berkembang di tengah perubahan industri media yang sangat dinamis,” ujar perwakilan pengurus AJV.
Acara ini ditutup dengan sesi diskusi interaktif antara para anggota AJV dan narasumber, diikuti dengan pemotongan tumpeng sebagai simbol syukur atas perjalanan lima tahun organisasi ini.
Dengan bertambahnya usia, AJV semakin optimis untuk terus menjadi wadah bagi para jurnalis video dalam menghadapi tantangan era digital dan tetap menjadi garda terdepan dalam penyajian informasi yang akurat dan terpercaya.

Ketua AJV Chandra menyatakan, jurnalis video memiliki tanggung jawab besar dalam menghadirkan informasi yang faktual dan dapat dipercaya.
“Kami ingin memastikan bahwa jurnalis video tidak hanya memiliki keterampilan teknis dalam pengambilan dan penyuntingan gambar, tetapi juga memiliki pemahaman mendalam tentang kode etik jurnalistik, verifikasi informasi, dan teknik bercerita yang menarik,” ujar Ketua AJV Chandra.
Syaiffurrahman, sebagai pembicara menilai media massa yang ada saat ini sangat cepat mengalami perubahan, fungsinya mengalami ketidakpastian, perubahan yang terjadi sangat komplek dan tidak jelas formatnya akibat dari akronim VUCA tersebut.
“Jalan keluarnya adalah bagaimana kita harus bisa memformat ulang cara penyampaian komunikasi kepada publik agar tidak mati dan dengan teknik jurnalistik yang seperti apa yang akan tetap dipertahanka,” ujar Syaiffurrahman.
Dia berharap akan muncul media Jurnalistik online yang berkualitas. Yaitu bukan laporan jurnalistik dalam arti yang hanya orang ngomong langsung di publish tapi juga.
“Harus ada investigasinya agar produk jurnalistik dan informasi yang dibutuhkan itu berciri dan modern,” tandasnya.
Sedangkan pakar komunikasi Dr.Rully Nasrullah, akrab dipanggil kang Arul dalam diskusi yang dipandu oleh Ismail “Uka-uka” Syahid, lebih banyak bercerita soal pengalamannya mengenai sosial media.
“Perkembangan di era digital saat ini harus dipikirkan bagaimana menghasilkan uang dengan menggunakan keahlian yang dimiliki oleh teman-teman AJV mulai dari kemampuan jurnalistik, fotografi dan videografi,” tutur alumnus Doktor lulusan UGM ini.
Sementara itu, wartawan senior sekaligus pembina AJV H Haris Djauhari meyatakan, di tengah transformasi digital, jurnalis video menghadapi berbagai tantangan, mulai dari persaingan dengan konten kreator independen, pergeseran konsumsi berita ke platform media sosial, hingga risiko penyalahgunaan teknologi untuk manipulasi informasi.
Sebagai organisasi yang menaungi para jurnalis video di Indonesia, AJV terus memperjuangkan hak-hak jurnalis video termasuk dalam aspek perlindungan hukum, kesejahteraan, dan kebebasan pers.
“Kami ingin memastikan bahwa profesi jurnalis video diakui dan dihormati sebagai bagian dari ekosistem media yang profesional untuk memperkuat jurnalisme berkualitas,” jelasnya.
Dengan semakin banyaknya masyarakat yang mengandalkan video sebagai sumber utama berita, jurnalis video memiliki peran strategis dalam membentuk opini publik, mengawasi kebijakan pemerintah, serta mendokumentasikan peristiwa penting dalam sejarah.


